Hei..”kamu”..iya..”kamu” yang pengen mengelilingi Indonesia, wujudkan mimpimu untuk berkeliling Nusantara. Lewat “Datsun Risers Expedition” kita dapat menjelajah Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera. Kepo’in websitenya www.datsunrisersexpedition.com untuk menjadi risers pilihan Datsun.

Tujuan dari penyelenggaraan Datsun Risers Expedition ini adalah menguji kehandalan Datsun go+ panca melewati track yang berliku dan medan berat, selain itu juga untuk lebih mengenal Indonesia lebih dekat dan para risers bisa membagi petualangannya dalam social media.

Petualangan kami berawal dari pendaftaran online pada tanggal 15 September 2015, dan seminggu kemudian tepatnya tanggal 23 September 2015 kami dihubungi melalui telepon yang menyatakan bahwa kita terpilih menjadi Risers untuk etape 3 destinasi Sulawesi. Makin takjub lagi, tiket langsung dikirim dan kita akan melakukan perjalanan pada tanggal 28 September sampai dengan 2 Oktober 2015. Yeay, Sulawesi !!!

Eits, tak kenal maka tak sayang…perkenalkan kami Risers 4 grup cewe yang terdiri dari saya, mba yuni dan aya, yang siap melibas Makassar – Tana Toraja - Makassar.



Pukul 16.15 Pesawat kami mendarat dengan mulus di bandara Sultan Hassanudin Makassar. Kami dijemput oleh Tim Datsun, untuk segera menyusul risers 1 dan risers 3 ke pembuatan kapal pinisi dan ke makam Pangeran Diponegoro. Karena penerbangan kami paling awal, jadi hanya 2 risers yang mengunjungi dua wisata tersebut. Selanjutnya 3 tim risers lainnya menyusul di hotel.



A photo posted by Diarysivika (@wrdtl27) on


Hari ke -1 (Makassar – Parepare – Toraja)
Setelah briefing dan senam ringan “kepret-kepret” kami memulai awal perjalanan dari hotel menuju dealer Nissan – Datsun. Dealer Datsun ini sudah tersebar di semua kabupaten dan kota di Indonesia. Jadi tak perlu khawatir untuk membeli Datsun terkait service maupun sparepartnya. 

Start perjalanan dipimpin oleh General Manager Head of Datsun, Mba Indrie Hadiwidjaja. Destinasi pertama adalah mengunjungi Pantai Losari yang merupakan icon City Of Makassar. Belum afdol rasanya, jika kita mengunjungi Makassar tanpa mampir ke kawasan yang terkenal dengan penjual 1000 pisang epe yang tersebar di Pantai Losari sewaktu sore dan malam hari. Disini waktu yang diberikan memang tak banyak, tapi cukuplah untuk pengambilan foto dan sekedar berselfie #tetepwajibgitu



Tak sekedar menjelajah bumi Sulawesi, Datsun juga menggalakkan progam CSR. Progam ini memberikan bantuan berupa buku maupun peralatan yang dibutuhkan sekolah. Setelah sambutan dari mba indri, selanjutnya ada sesi sharing pengalaman dari risers 2 yang merupakan pereli cewek #kerenbanget. Lalu, para risers didaulat untuk berbagi keceriaan bersama para anak-anak yang masih PAUD dan TK di Sekolah Pesisir ini.



Berbagi keceriaan di sekolah pesisir
Fort Rotterdam menjadi tujuan berikutnya. Disinilah banyak sejarah terukir lewat bangunan benteng-benteng yang menjadi saksi bisu kekejaman zaman penjajah. Disini pulalah para risers dapat melihat penjara tempat Pangeran Diponegoro diasingkan dari dunia luar hingga meninggal.




Sebelum melanjutkan perjalanan ke luar kota Makassar, rombongan makan siang di resto lokal. Sajian seafood khas Makassar menjamu para rombongan Datsun yang terdiri dari risers, media dan beberapa crew.


Kekompakan Datsun Risers Expedition Etape 3 Sulawesi


Setelah makan siang, inilah perjalanan panjang menuju Tana Toraja dimulai. Jalan yang tak mulus, berlubang dan track yang berliku mewarnai hampir setiap perjalanan ini. Disinilah Datsun Go+ Panca diuji untuk melibas perjalanan yang cukup ekstrim.

Datsun Go+ Panca yang masuk dalam kelas LCGC ini memiliki mesin 1200 cc, memang mampu mengatasi medan berat menuju Tana Toraja. Selama saya menyetir, mobil ini mampu dengan kecepatan 120 km/jam, dan mampu bermanuver di tikungan tajam dengan rem yang oke. Handling juga sangat responsif menghadapi jalan yang berkelok-kelok. Sehari-hari saya yang memakai mobil matic pun tak kesulitan mengoper persneling, dan kopling juga tidak berat untuk para cewek. 


Iring-iringan Datsun di Jalan menanjak, photo by Yugo

Keistimewaan lainnya terletak pada 3 row seat yang berkapasitas untuk 7 orang. Jika kursi belakang dilipatpun, bagasi menjadi luas dan lega. Cocok banget buat kami tiga cewek yang membawa barang bawaan dalam konvoi ini seperti mau berangkat haji hahaha… Satu lagi yaitu irit bahan bakar.


Ini bukan mau pergi haji ya hehe

Kurang lebih pukul 22.00 malam, kami sudah tiba di Tana Toraja, setelah sebelumnya mampir dulu untuk makan malam di lokal restoran. Hotel Misliana menjadi tempat peristirahatan kami dengan bangunan khas Toraja.


Hari ke -2 (Toraja – Ketekusu – Enrekang – Sengkang – Watampone)
Pagi hari di Hotel Misliana ini sangatlah indah. Bangunan khas Toraja makin cantik dengan sinar pagi yang cantik. Hotel ini sangat digemari para bule karena bangunannya yang “sangat Tana Toraja”.


Hotel Misliana

Setelah briefing, senam pagi dan check out kami melanjutkan perjalanan menuju Ketekusu. Ketekusu ini tak jauh dari hotel Misliana, sekitar 10 menit perjalanan. Di Ketekusu kami dapat melihat Tongkonan. Tongkonan merupakan rumah adat khas Toraja, dulunya rumah ini ditinggali, namun saat ini Tongkonan di Ketekusu hanya digunakan untuk wisata.


Rumah Tongkonan di Ketekusu



Masuk ke Rumah Tongkonan kita melewati tangga kecil, kita harus menunduk ketika memasukinya, tujuannya untuk menghormati ketika masuk ke rumah orang. Saya beruntung bisa masuk ke rumah Tongkonan. Didalam rumah tongkonan yang luasnya tak lebar ini terdiri dari 3 sekat yaitu, kamar orang tua yang terletak dibelakang, kamar anak sebagai nahkoda didepan dan ruang tengah yang biasanya digunakan untuk dapur dan beraktifitas.

Didepan rumah tongkonan terdapat tanduk kerbau yang dipasang. Jumlah tanduk kerbau ini menunjukkan kelas social penghuninya, semakin banyak tanduk kerbau maka kelas sosialnya makin tinggi.



Masih di Kete kusu yang merupakan desa wisata, dibelakang rumah tongkonan sekitar 100 meter terdapat TauTau. Tau-tau merupakan replica patung orang yang sudah meninggal, peletakannya didekat jenazah disemayamkan. Pembuat dari tau-tau adalah orang-orang khusus yang memiliki kekuatan magis. Pembuatannya sendiri membutuhkan waktu beberapa bulan dan tentu saja biayanya hingga puluhan juta rupiah. Disini saya bisa melihat bahwa tatapan mata, guratan kulit maupun bentuk badan, tampak seperti asli sesuai foto.

Selanjutnya kami berjalan menuju gua makam. Tengkorak maupun peti mati terlihat dihampir semua tempat. Ada yang diletakkan dibawah dan ada pula yang digantung didinding gua. Isi dari peti mati merupakan beberapa tengkorak dan tulang-tulang yang jumlahnya sangat banyak. Terdapat pulau tautau yang diletakkan di ruangan bergembok, agar tidak dicuri. Menjelajah dikawasan ini, kita harus menjaga ucapan dan tidak mengambil barang-barang, karena ketekusu merupakan kawasan yang dikeramatkan oleh penduduk setempat.


Tengkorak dan tulang manusia yang diletakkan di gua ketekusu


Sebenarnya Londa menjadi destinasi berikutnya, namun ada destinasi yang tak kalah menariknya. Kami diajak berkunjung kerumah Captain Datsun Risers Expedition. Kebetulan captain kami ini, istrinya adalah orang Tana Toraja. Nenek dari Om Rommy ini sudah meninggal pada Oktober 2014, nah sampai saat ini jenazah dari nenek beliau, masih diletakkan dirumahnya. Jenazah nenek bung Rommy, diletakkan disebuah kamar dengan beberapa kain tebal yang sudah dibalsem. Jenazahnya masih utuh karena sudah dilabur dengan pengawet yang berasal dari bahan-bahan tradisional.

Rata-rata rumah orang Tana Toraja, selalu ada jenazah yang sudah meninggal yang diletakkan dikamar. Mereka menganggap orang yang sudah meninggal hanya sakit. Pemakamannya biasanya menunggu waktu yang tepat, sekitar satu tahunan. Kemudian akan dilaksanakan Rambu Solo.

Rambu Solo adalah upacara adat kematian untuk mengantarkan arwah menuju tempat perisirahatan bersama para leluhur. Upacaranya bukanlah upacara biasa, biayanya menelan hingga milyaran rupiah. Setidaknya ada 24 kerbau yang perekornya 40 juta rupiah dan beberapa babi. Sekitar satu bulan para kerabat akan berdatangan untuk membantu proses pelaksanaan Rambu Solo. Upacara Rambu Solo berlangsung selama satu minggu dengan biaya yang ditanggung oleh anak yang orang tuanya sudah meninggal.

Saya salut dengan kegotong-royongan masyarakat Tana Toraja. Rumah-rumah yang terlihat sederhana, namun mampu menyelenggarakan Rambu Solo hingga miliaran rupiah. Para tetangga dan saudara akan dengan suka rela menyumbangkan uang ataupun kerbaunya demi membantu pelaksanaan Rambu Solo ini.

Puas mengeksplorasi Tana Toraja, kami makan siang direst lokal. Persawahan disekeliling rumah makan ini, menjadi daya tariknya di restoran Panorama. Pa’piong makanan khas Toraja menjadi sajian utamanya. Pa’piong ini bahan utamanya adalah ayam bumbu kuning yang dibakar didalam bambu. Biasanya di Tana Toraja, Pa’piong juga dihidangkan menggunakan daging babi.




Perjalanan dilanjutkan ke Enrekang. Track jalanan menuju Enrekang ini sangat ekstrim, kiri kanan adalah jurang dan bukit. Tikungannya adalah tikungan yang sangat tajam. Konvoi Datsun Risers Expedition ini tetap melaju sangat lincah dengan kecepatan tinggi diatas tikungan tajam. Meski Body Datsun ringan, namun mampu mengatasi laju kendaraan yang cukup tinggi untuk melaju ke Bukit Nona.

Bukit Nona ini sedari tadi sudah diperbincangkan para laki-laki dengan senyumnya yang mengembang. Ada apa sih di bukit Nona? Do you know…disini bentuk pegunungan dari bukit Nona dikatakan mirip alat reproduksi wanita #jadigatal #pengengarukgaruk.


Bukit Nona

Dari bukit nona kami melajutkan perjalanan menuju Sengkang, sekitar dua jam perjanan untuk menikmati makan malam. Lalu dari Sengkang kami menuju Watampone untuk menuju hotel Novena.

Hari ke -3 (Watampone – Teko – Malek – Bira – Bantaeng - Makassar)
Start dari Hotel Novena Watampone, kami melanjutkan perjalanan menuju pembuatan kapal pinisi. Di kawasan desa Ara kami melihat kapal pinisi ini dibuat. Kapal pinisi adalah kapal tradisional yang berbahan kayu. Kapal-kapal ini dibuat dengan cara yang masih tradisional dan keahliannya diperoleh dari warisan secara turun temurun.




Sebelum melanjutkan perjalanan menuju Pantai Bira, kami mampir di lokal resto Istana Nelayan dengan sajian ikan laut yang menjadi menu utamanya.




Untuk menuju Pantai Bira di Kabupaten Bulukumba, dari resto lokal tadi kami menempuh perjalanan kurang lebih dua jam. Tak banyak memang orang yang tahu tentang Pantai Bira. Pantai ini tergolong pantai yang masih sepi karena aksesnya masih susah dijangkau dengan transportasi umum. Padahal pantai ini layak disejajarkan dengan pantai-pantai indah di Bali, karena pasir putihnya dan birunya laut.

Menuju Pantai Bira kami melihat banyak penginapan-penginapan murah yang terletak disekitar Pantai. Kami para risers akan bermain snorkeling di pantai ini. Ih, enak banget kan jadi risers itu..udah bisa mengelilingi Sulawesi, akomodasi ditanggung, makan enak dan bisa snorkeling pula. Gamsahamnida Datsun !!!


Senja sore di Pantai Bira

Selesai bermain snorkeling kami masih harus melanjutkan perjalanan untuk makan malam, sekitar 3 jam perjalanan. Nah, dimakan malam yang sekaligus penutup acara, juga ada pengumuman pemenang juara satu dan juara dua Datsun Risers Expedition Etape 3 Sulawesi ini. Juara dua berhadiah kamera pocket yang diraih oleh Risers 1. Selanjutnya juara satu, alhamdulilah kami terpilih menjadi pemenangnya, yang memperoleh masing-masing Go Pro.




Menutup acara Datsun Risers Expedition, Mba Indri menjelaskan bahwa Datsun Risers Expedition ini adalah bukanlah jualan mobil, melainkan Datsun ingin berbagi pengalaman menggunakan mobil Datsun sambil berkeliling Indonesia.

Terima kasih buat Datsun yang membuat mimpi-mimpi kami menjelajah Sulawesi menjadi kenyataan. Buat kalian yang ingin menjadi para risers, masih ada kesempatan untuk destinasi Kalimantan yang pelaksanaannya berlangsung pada bulan Nopember.