Ngapain ke Jakarta?
Jujur nih saya terakhir ke Jakarta itu tahun 2019, sebelum covid menyerang Indonesia. Tahun lalu sempat ke Bogor tapi nggak mampir ke Jakarta. Empat tahun berlalu, jujur saja saya kangen dan pengen explore Jakarta karena kebanyakan nonton selebgram kulineran dan nongkrong di Kafe. 

Untitled

Hari ke-1

Salah satu wishlist saya kalau sampai di Jakarta itu pengen makan Soto Betawi. Referensinya ada banyak yaitu Soto Betawi Haji Husen namun warungnya tutup sore sedangkan saya sampai Jakarta sudah malam hari, lalu Soto Betawi Nyonya Afung diluar Budget dan Soto Betawi Haji Ma'ruf ada yang bilang nggak enak ada juga bilang enak jadi kita skip. Satu-satunya pilihan yang buka malam hari dan rating bagus ada Soto Betawi Haji Globe.

Soto Betawi Haji Globe

Waktu di Jakarta saya menginap didaerah Senayan Jakarta Pusat. Saya lihat di aplikasi grab cuma 10km kalau mau ke Soto Betawi Haji Globe. Saya lupa ini Jakarta... Selama perjalanan menggunakan grab dari Senayan ke Soto Betawi, realitanya saya harus menempuh perjalanan sekitar 1 jam 15 menit. Ya maklum, kita keluar disaat orang pulang kerja.

Soto Betawi Haji Globe ini warung tenda kaki lima. Pilihan menu ada Soto betawi kuah santan dan bening seharga Rp 30.000  dengan nasi Rp. 5.000, murah untuk ukuran Jakarta. Kami memilih yang kuah santan. 

Untitled

Semangkok Soto Betawi bersantan ini isinya ada daging, babat, paru, usus, iso, kikil, kaki, urat..pokoknya full jeroan dan lemak yang nikmat aduhai. Rupanya Soto Betawi Haji Globe menggunakan santan..mindset saya itu biasanya Soto Betawi creamy karena pakai susu. Untunglah Rasanya enak..dengan kuah santan seperti khas Gulai. Jujur sih ini enak tapi saya pengen yang pakai kuah susu, karena kalau santan banyak di Jawa ya meskipun namanya bukan soto Betawi. 

Pendamping Soto Betawi kami juga memesan sate kambing 10 tusuk Rp. 45.000. Tampilan si Sate Kambing ini layaknya sate kambing pada umumnya, namun ketika digigit 'makjleb" uempuuuuk dan nggak prengus. Dagingnya pun gendut-gendut dan satu tusuk ada 4 daging dan 1 lemak. Ini kayaknya sate terenak yang pernah saya coba selama hidup hahahahaha #lebay

Untitled

CHILAX

Dari Soto Betawi Haji Globe, kami nongkrong di kawasan Sudirman. Di Chilax ini banyak kafe-kafe dan banyak spot bagus untuk foto. Sampai ke Chilax ternyata nggak sesuai ekspektasi aja karena tempatnya ternyata kecil. Lagian kita juga kenyang jadi mau makan berat udah nggak kuat. 

Untitled

Akhirnya kita nongkrong di NOB. Kami memilih NOB soalnya lokasinya di Chilax yang dekat jalan raya, kalau nongkrong di sini kelihatan tuh jalan raya. Untuk kopi dan croisant nggak ada ekspektasi yang tinggi, tapi masih aman untuk rasa kopi dan croisantnya. 

Untitled

Hari ke-2

Warung Bali Pak Gede

Nggak sengaja, saya lihat tayangan youtubenya Mbang Mpin dan Nex Carlos lagi mengulas tentang Warung Bali Pak Gede. Katanya murah untuk ukuran Jakarta dan rasanya juga otentik Bali. Ya udah pasti aku penasaran pengen nyicipin. Berangkatlah kita dari kawasan Senayan ke sekitaran MRT Haji Nawi atau nggak jauh dari Blok M. Perjalanannya lagi-lagi lumayan hampir 50 menitan padahal cuma 5 km perjalanan.

Sebenarnya sampai disana waktunya sudah mepet banget, karena tutupnya jam 20.00, sedangkan kita sampai sana sudah jam 19.30. Realitanya mereka tutup jam 21.00-an, mereka juga "sungkan" ngusir para pelanggannya.

Lokasi Warung Bali Pak Gede ini persis dibawah MRT Haji Nawi. Disebelahnya banyak kuliner-kuliner yang juga ramai, seperti seafood 45 yang rating digoogle ribuan. Kita sih menguatkan iman untuk tidak melirik lainnya, fokus ke Warung Bali Pak Gede hahahahaha...

Untitled
Untitled

Saya masuk waiting list nomer 2. Langsung pesan di kasir nasi campur + sapi Rp. 38.000. Juga tambahan nasi lilitnya seporsi 5 itu Rp. 15.000. Nunggu sampai kursi tersedia itu sekitar 10 menitan. Mejanya model memanjang barengan pengunjung lainnya. Ya memang tempatnya nggak begitu besar.

Akhirnya terhidang juga pesanan nasi campur yang porsinya gueede banget. Untuk harga Rp. 38.000 sudah dapat nasi gurih wangi, sate lilit, kulit, sei sapi, ayam, dan lawar khas Bali. Rasanya ....ini sih sulit banget diungkapkan dengan kata karena beneran otentik Bali. Mulai dari kulit ayamnya yang crispy, sate lilit yang terasa banget ayam dan rempahnya, lalu yang paling enak tuh sapinya yang diasapin semacam rasa daging sapinya sei sapi. Tapi yang disini ini halal ya, kalau di Bali udah pasti dagingnya pakai Babi. 

Ngopi di % Arabica

Dari Warung Pak Gede kita memutuskan untuk naik MRT ke Senayan baru ngegrab ke %Arabica yang di kawasan Gunawarman.

Untitled
Untitled
Untitled

Brand %Arabica ini saya tahunya dari wisatawan Jepang yang selalu upload kopi ini ketika di Kyoto. Waktu pertama dibuka di Jakarta, selebgram langsung deh foto-foto ke Kafe ini. Sebenarnya sudah buka setahunan di Jakarta, buat orang Jakarta mungkin biasa aja, karena brand ini belum buka di Surabaya saya antusias ke kafe ini.

Lupakan mindset mahal...karena kopi ini sudah pasti mahal... Interiornya cantik ada sentuhan seperti Jepang. Baristanya sudah pasti aduhai semua haahahahaha... nggak ada yang KW2 dan ngomongnya sudah pasti kemeenggreees...
Untitled
Untitled
Untitled

Kalau kamu tahunya cuma kopi susu gula aren apalagi yang mereknya Belikopi atau Janji Jiwa, di sini beda menu ya haahahahaha... Ada 2 pilihan yang katanya favorit yaitu Kyoto Latte atau Spanish Latte. Pilihan saya yang Spanish Latte.

Spanish Latte ini seharga Rp 59.000, harganya setara sama starbuck. Saya cicipi kopinya strong tapi nggak pahit, manisnya pas dan creamy. Jujur sih menurutku ini kopinya khas banget, enak bukan karena mahalnya tapi karena rasanya.

Untitled
Untitled

Selanjutnya kita menikmati malam di sini sampai kafe tutup jam 22.00 malam.

Hari ke-3

Rumah Makan Surya Padang

Hari ketiga udah mulai trauma nih cari makan yang lokasinya jauh dari hotel. Saya memutuskan yang dekat sama hotel sekitar 3km yaitu Rumah Makan Surya Padang. Kalau dibaca dari asal-usulnya restoran padang ini dirintis sejak tahun 1946.

Suasana di Rumah Makan Surya Padang ini layaknya Rumah Makan Padang pada umumnya. Lauknya tertata rapi di etalase kaca. Tempat duduknya juga kayu khas Rumah makan model lama. 

Sampai di sana, kita sebenarnya pengen langsung pesan porsian supaya nggak khilaf lihat menu-menunya. Tapi karena kita mikirnya lama, langsung deh sama pramusaji dikirimlah piring-piring kecil beserta lauknya. Lauknya banyak banget ada rendang, belut, paru, kikil, otak, sayuran, ayam dan entah apalagi sampai bingung milihnya.

Untitled
Untitled
Untitled

Kita milih rendang, kikil, paru dan sayurannya pake tewel. Untuk harga perporsi paru isi 2 Rp. 46.000, Sayuran Rp. 12.000, Seporsi kikil Rp. 50.000, seporsi Rendang Rp. 42.000, seporsi udang Rp. 28.000 dan Udang Balado seporsi Rp. 28.000. Berempat tuh habisnya Rp. 250.000an. Seperti biasa kita khilaf hahahahha..

Biasanya saya makan nasi padang yang Rp. 10.000-an, kalau dari segi kuahnya dan sambalnya udah mirip, yang beda yaitu rasa lauknya seperti Rendangnya itu enak banget, empuk dan wanginya khas. Kikilnya juga empuk. Kalau parunya sih menurutku terlalu keras jadi harus diguyur dulu pakai kuah padang supaya lunak. 

Lotte Alley, Lotte Mall

Habis makan dari kota Padang, kita lanjut overseas ke Korea. Ya kita ngemall ke Lotte Mall, karena mau ke Lotte Alley. Lokasi Lotte Alley ini didalam Lotte Mall, ini juga jadi satu kalau mau ngurus visa di Jakarta.

Lotte Alley dikonsep semacam food street dengan suasana Korea. Kita serasa jalan-jalan di Korea. Sebenarnya saya ketuaan kalau nongkrong di sini karena ini buat para ABG penggemar K-Pop, tapi jiwa muda saya tetap meronta-ronta kalau mendengar kata Korea.

Selain spot foto yang banyak banget, makanannya pun dikonsep ala Korea. Mulai dari "pojamangcha" warung tenda khas Korea yang berwarna orange, Noodle Store Rumah Nongshim yang bikin ramyeon sendiri, dan juga ada soju halal.

Untitled
Untitled
Untitled
Untitled
Untitled
Untitled

Kalau mau sewa seragam Korea juga ada. Tapi sayangnya udah pasti nggak cukup :)

Hari ke-4

Pantjoran PIK

Kawasan PIK ini udah masuk dalam wishlistku lama banget. Lagi-lagi karena banyak instagramers yang posting banyak spot baru di PIK. Agenda di PIK saya jadikan jalan-jalan di hari terakhir di Jakarta karena lokasinya ternyata dekat sama bandara Soekarno Hatta.

Dari Senayan saya naik grab ke Pantjoran PIK. Entah mengapa saya kok pengen ke Pantjoran PIK dulu. Rupanya kawasan ini disetting seperti kawasan Chinatown di Luar Negeri. Ya mirip sama lokasi Chinatown yang di Singapore lengkap sama pagodanya.

Untitled

Untuk kios makanan berjejer dari ujung ke ujung. Saya lihat sih memang konsepnya banyak tenant makanan yang terkenal diusung di sana. Seperti Nasi ponggol Singapore, Es Tak Kie, Laopan, Mie Gang Kelinci, Tong Tji dan masih banyak lagi.

Kalau dari harga menurutku mahal ya, hitungannya perorang makan sama minum pokoknya Rp. 100.000,- Pembayarannya pun harus menggunakan Qris atau pengguna Mandiri. Karena bingung mau makan apa? saya milih Bakmi yang katanya juga legendaris. Seporsi sekitar 50.000an. 

Waktu di Pantjoran PIK ini kami kepanasan, dan bawa koper yang lumayan menguras tenaga. Memang asiknya kawasan PIK tuh kalau sore menjelang malam. Jadi bukan siang yang terik jam 12.00 an kayak saya ke sana. Tapi ya dinikmati aja

Untitled

Batavia Cove

Dari Pantjoran PIK ke Batavia Cove kita naik shuttle bus gratisan. Nunggunya butuh perjuangan karena jamnya memang nggak pasti. Kita nunggu hampir 30 menitan. Sempat sudah pasrah pilih grab yang akhirnya kita cancel karena bapaknya baik banget ngebolehin kita cancel karena pengen naik shuttle bus.

Harusnya kita turun di Batavia Cove tapi ternyata kita diturunkan di Batavia. Ya udah kita jalan lagi dari Batavia dan ke Batavia Cove yang penuh perjuangan karena panas banget. Eh sampai di Batavia Cove kita udah lelah sampai "meringis" untuk foto kita susah hahahaha....


Untitled
Untitled
Untitled
Di Batavia Cove ada apa? Tenantnya menurutku nggak banyak sih. Setahuku ada Pancious, gelato, fried chicken dan beberapa branda makanan yang aku nggak kenal.... Viewnya di Batavia Cove memang bagus banget apalagi kalau sama babang tamvan....

Untitled
Untitled

...

Ya begitulah cerita perjalanan yang kurang jelas di Jakarta karena cuma kulineran, ngemall, ngopi dan PIK tanpa itinerary yang matang :) Semoga bisa ke Jakarta lagi.